Dakwah Silaturrahmi Menggapai Ridho Allah

Jumat, 29 Juni 2012

Rukun Shalat ( 1 )

RUKUN SHALAT Aidi Rahmat, S.Hi ( email : aidi.rahmat@yahoo.co.id ) Alhamdulillah pada kesempatan ini, insya Allah kita akan melihat beberapa penjelasan berkenaan dengan sifat shalat Nabi shalallahu alaihi wa sallam . mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Wallahul muwaffiq ilash shawab. 1. Niat Rasulullah bersabda: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى “Hanyalah amal itu dengan niat dan setiap orang hanyalah beroleh apa yang ia niatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 54 dan Muslim no. 4904) Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i t berkata: والنية هي القصد فيحضر المصلي في ذهنه ذات الصلاة وما يجب التعرض له من صفاتها كالظهرية والفرضية وغيرهما ثم يقصد هذه العلوم قصدا مقارنا لأول التكبير “Niat adalah maksud. Maka orang yang hendak shalat menghadirkan dalam benaknya shalat yang hendak dikerjakan dan sifat shalat yang wajib ditunaikannya, seperti shalat zhuhur sebagai shalat fardhu dan selainnya, kemudian ia menggandengkan maksud tersebut dengan awal takbir.” (Raudhatuth Thalibin, 1/243-244) Disebutkan dalam kitab kifayatul Akhyar juzuk 1 hal 58: . ثم النية القصد فلا بد من قصد أمور: Kemudian, niat itu adalah menyengaja, maka harus menyengajakan beberapa perkara : أحدهما قصد فعل الصلاة لتمتاز عن سائر الأفعال، Pertama, menyengaja melakukan sholat, agar dibedakan ( perbuatan shalat ) dari semua pekerjaan ( yang lain ) والثاني تعيين الصلاة المأتي بها من كونها ظهراً أو عصراً أو جمعة، هذان لا بد منهما بلا خلاف فلو نوى فرض الوقت بدل الظهر أو العصر لم تصح على الأصح لأن الفائتة تشاركها في كونها فريضة الوقت. Kedua, menentukan sholat yang dikerjakan dari keadaanya dhuhur, ashar, atau jum’at.dua perkara ini mesti dikerjakan dengan tanpa ada perbedaan pendapat.kalau dia berniat mengerjakan shalat fardhunya waktu saja sebagai ganti dhuhur atau ‘ashar, menurut pendapat yang paling shah adalah tidak shah. Karena shalat faitah ( yang tertinggal ), sama dengannya dalam keadaan sebagai shalat fardhu yang dikerjakan pada waktu itu. الثالث أن ينوي الفريضة على الأصح عند الأكثرين سواء كان الناوي بالغاً أو صبياً وسواء كانت الصلاة قضاء أو أداء، وفي شرح المهذب أن الصواب أنه لا يشترط. Ketiga, berniat dgn menyebutkan kefardhuan shalat berdasarkan pendapat yang paling shahih menurut banyak ulama’. Sama saja yang berniat itu baligh atau anak – anak. Shalat tersebut ada’ atau qadha’. Dan dalam syarh muhazzab. Bahwa yang benar adalah ia tidak disyaratkan الرابع هل لا يشترط تمييز الأداء من القضاء؟ وجهان أصحهما في الرافعي لا يشترط لأنهما بمعنى واحد ولهذا يقال أديت الدين وقضيت الدين والذي قاله النووي إن هذا فيمن جهل خروج الوقت لغيم ونحوه قال النووي في شرح المهذب: صرح الأصحاب بأنه إذا نوى الأداء في وقت القضاء أو عكسه لم تصح قطعاً والله أعلم. Keempat, apakah disyaratkan pembedaan adaa’ dan Qadha’ ? Ada dua wajah, yang paling shih menurut Ar Rafi’I tidak diisyaratkan. Karena keduanya memiliki satu makna. Dan oleh karena itu, bisa dikatakan addaitu ad dain dan qadhaitu ad dain. dan yangn dikatakan oleh An Nawawi sesungguhnya hal ini terhadap orang yang tidak mengetahui keluarnya waktu, karena mendung dan semacamnya. Berkata An Nawawi dalam Syarh Al Muhazzab : para Ashhab telah menjelaskan, sesungguhnya apabila ia berniat adaa’ pada waktu qadhaa’ atau sebaliknya, tidak shah secara pasti. Wallahu a’lam. ولا يشترط التعرض لعدد الركعات ولا للاستقبال على الصحيح نعم لو نوى الظهر خمساً أو ثلاثاً لم تنعقد Tidak diisyaratkan Unsur taarrudh ( pengarahan ) terhadap jumlah raka’at dan juga menghadap qiblat berdasarkan pendapat yang shahih. Memang kalau dia berniat dhuhur lima raka’at atau tiga adalah tidak shah واعلم أن النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب فلا يكفي نطق اللسان مع غفلة القلب Dan ketahuilah, bahwasanya niat itu, dalam seluruh ibadat, adalah dianggap (shah ) bila dilakukan dengan hati. Maka tidak mencukupi ucapan lisan kalau hatinya lalai ( dari berniat).

0 komentar: