Dakwah Silaturrahmi Menggapai Ridho Allah

Kamis, 28 Juni 2012

Shalat Jum'at

Shalat Jum'at, Hukum, Syarat, Ketentuan, Hikmah Dan Sunah Solat Jumat Aidi Rahmat, S.Hi ( email : aidi.rahmat@yahoo.co.id ) A. Arti Definisi / Pergertian Shalat Jumat Sholat Jum'at adalah ibadah salat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. عَنْ عُمَرَ قَالَ صَلاَةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ وَالْفِطْرِ رَكْعَتَانِ وَالنَّحْرِ رَكْعَتَانِ وَالسَّفَرِ رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. [رواه أبو داود و النسائي وابن ماجه] Artinya: “Diriwayatkan dari Umar r.a., ia berkata: Shalat Jum’at itu dua rakaat, shalat Idul Fitri itu dua rakaat, shalat Idul Adhla itu dua rakaat, dan shalat safar itu dua rakaat, sempurna tanpa dipendekkan, sesuai dengan perkataan Nabi saw.” [HR. Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ibnu Majah] B. Hukum Sholat Jum'at Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi laki-laki / pria dewasa, beragama islam, berakal, merdeka, sehat badan, dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. Jadi bagi para wanita / perempuan, anak-anak, orang sakit dan budak, solat jumat tidaklah wajib hukumnya. Dalil Al-qur'an Surah Al Jum'ah ayat 9 : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ " Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah ." Hadits Nabi saw: عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ. [رواه أبو داود] Artinya: “Diriwayatkan dari Thariq ibn Syihab, diriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda: Shalat Jum’at wajib bagi setiap orang Muslim dengan berjamaah, kecuali empat golongan; hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit.” [HR. Abu Dawud] عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ. [رواه البيهقي] Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Musa, diriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda: Shalat Jum’at wajib bagi setiap orang Muslim dengan berjamaah, kecuali empat golongan; hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit.” [HR. al-Baihaqi] Shalat jum’at bagi wanita......? Sah-sah saja shalat jum’atnya wanita di masjid. Hal ini pernah dilakukan shahabiyah di zaman Rasulullah SAW. عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أُخْتٍ لِعَمْرَةَ قَالَتْ أَخَذْتُ ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ مِنْ فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهُوَ يَقْرَأُ بِهَا عَلَى الْمِنْبَرِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ Dari Amrah binti Abdurrahman dari saudara perempuan Amrah, ia berkata, “Aku menghafal surat Qaaf langsung dari mulut Rasulullah , yakni ketika beliau membacanya beberapa kali di atas mimbar dalam khutbah Jum’at.” (HR. Muslim) C. Syarat Sah Melaksanakan Solat Jumat 1. Shalat jumat diadakan di tempat yang memang diperuntukkan untuk sholat jumat. Tidak diadakan solat jum'at di tempat sementara seperti tanah kosong, ladang, kebun, dll. Dua shalat dalam satu daerah/ qoryah Dr Wahbah zuhaili menulis, Menurut syafi’iyyah, bahwa jumat di suatu negeri / qoryah tidak boleh ada 2 jumat yang berbarengan atau mendahului pelaksanaannya, kecuali wilayah sangat luas dan sulit mengumpulkan dalam satu tempat. 2. Dilakukan dengan berjama’ah Minimal jumlah jamaah peserta salat jum'at Telah terjadi perbedaan pendapat para ulama mengenai jumlah ahli jum’at yang menjadi persyaratan sahnya shalat jum’at. Menurut pengarang Kitab I’anah al-Thalibin, 1 terdapat empat belas pendapat mengenai jumlah ahli jum’at yang menjadi persyaratan shalat jum’at, yaitu : 1.Empat puluh orang termasuk imam, menurut pendapat yang muktamad dalam mazhab Syafi’i. Pendapat ini juga merupakan pendapat Umar bin Abdul Aziz, riwayat lain dari Ahmad bin Hanbal dan Ishaq. َعَنْ جَابِرٍ قَالَ: مَضَتِ السُّنَّةُ أَنَّ فِي كُلِّ أَرْبَعِينَ فَصَاعِدًا جُمُعَةً رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ Dari Ibnu Mas`ud radhiyallahu `anhu bahwa Rasulullah SAW shalat Jum`at di Madinah dengan jumlah peserta 40 orang atau lebih. (HR. Ad-Daruquthuny) . Kriteria syarat tersebut secara detailnya adalah seperti berikut : 1. Ke-40 orang itu harus muqimin atau orang-orang yang tinggal di tempat itu (ahli balad), bukan orang yang sedang dalam perjalanan (musafir), Karena musafir bagi mereka tidak wajib menjalankan shalat jumat, sehingga keberadaan musafir di dalam shalat itu tidak mencukupi hitungan minimal peserta shalat Jum’at. 2. Ke-40 orang itu pun harus laki-laki semua, sedangkan kehadiran jamaah wanita meski dibenarkan namun tidak bisa dianggap mencukupi jumlah minimal. 3. Ke-40 orang itu harus orang yang merdeka, jamaah yang budak tidak bisa dihitung untuk mencukupi jumlah minimal shalat Jum’at. 4. Ke-40 orang itu harus mukallaf yang telah aqil baligh, sehingga kehadiran anak-anak yang belum baligh di dalam shalat jumat tidak berpengaruh kepada jumlah minimal yang disyaratkan. Bila jama’ah jumat kurang dari 40 orang Ada beberapa pendapat ulama yang disebutkan didalam kitab fathul muin : 1. Cukup mengerjakan dhuhur saja 2. Tetap melakukan shalat jum’at 3. Jum’at dan dhuhur Masalah ini telah dibahas dalam Muktamar ke-4 NU disemarang pada 19 september 1929 dalam fatwanya, jika jumlah pada jamaah shalat Jum'at kurang dari 40 orang, maka mereka boleh bertaklid kepada Abu Hanifah. "Dengan ketentuan harus menunaikan rukun dan syarat menurut Abu Hanifah. tetapi lebih utama supanya bertaklid kepada imam Muzan pada golongan umat Safi'i.' demikian hasil muktamar ulama NU terkait masalah jumlah minimal jamaah shalat Jum'at. 2.Satu orang, menurut hikayah Ibnu Hazmi 3.Dua orang, sama halnya dengan persyaratan jama’ah. Pendapat ini dikemukakan oleh al-Nakh’i dan ahlu Zhahir 4.Tiga orang selain imam, menurut Abu Hanifah dan Sufyan al-Tsury 5.Dua orang selain imam, menurut Abu Yusuf, Muhammad dan al-Laits 6.Tujuh orang, menurut Ikramah 7.Sembilan orang, menurut Rabi’ah 8.Dua belas orang, menurut satu riwayat dari Rabi’ah dan menurut Malik وعن جابر: "أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يخطب قائماً يوم الجمعة، فجاءت عير من الشام، فانفتل الناس إليها حتى لم يبق إلا اثنا عشر رجلاً، فأنزلت 5 هذه الآية [التي في الجمعة]: {وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْواً 6انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِماً} . رواه مسلم . 9.Dua belas orang selain iman, menurut Ishaq 10.Dua puluh orang, menurut riwayat Ibnu Habib dari Malik 11.Tiga puluh orang, juga menurut riwayat Ibnu Habib dari Malik 12.Lima puluh orang, menurut satu riwayat dari Ahmad dan Umar bin Abdul Aziz 13.Delapan puluh orang, menurut al-Maziry 14.Jama’ah yang banyak tanpa batasan tertentu ( Ianatu ath thalibin juzuk 2 hal. 57 ) 3. Shalat Jum'at dilaksanakan pada waktu shalat dhuhur / zuhur dan setelah dua khutbah dari khatib. عَنْ أَنَسٍ: {أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ} Dari Anas r.a. ia berkata:“Sesungguhnya Nabi SAW. melaksanakan shalat Jum’at setelah zawal (matahari condong ke Barat)”. (HR. Bukhari). عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ قَالَ: {كُنَّا نُجَمِّعُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا زَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ نَرْجِعُ نَتْبَعُ الْفَيْءَ} Dari salamah bin al akwa’ ia berkata : kami shalat jum’at bersama rasulullah SAW pada waktu tergelincir matahari, kemudian kami pulang mengikuti bayang – bayang pagar ( HR. Muslim ) وقال الشافعي صلى النبي صلى الله عليه وسلم وأبو بكر وعمر وعثمان والائمة بعدهم كل جمعة بعد الزوال Berkata imam Asy Syafi’i : Nabi SAW shalat, Abu bakar, Umar, Ustman Dan para pemimpin setelah mereka setiap jumat, setelah tergelincir matahari D. Ketentuan khutbah Jumat a. SYARAT SAHNYA KHUTBAH 1. Dilaksanakan sebelum sholat Jum’at. Ini berdasarkan amaliyah Rasulullah SAW. 2. Telah masuk waktu Jum’at, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Anas bin Malik r.a. عَنْ أَنَسٍ: {أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ} Dari anas : “Sesungguhnya Nabi SAW. melaksanakan shalat Jum’at setelah zawal (matahari condong ke Barat)”. (HR. Bukhari). 3. Muwalah dalam khutbah. Muwalah dalam khuthbah disyaratkan pada tiga tempat , yaitu: 1. Muwalah di antara rukun khuthbah 2. Muwalah di antara dua khuthbah. 3. Muwalah di antara khuthbah dan sholat. 4. Khatib suci dari hadats dan najis, karena berkhutbah merupakan syarat sahnya shalat Jum’at. 5. Khatib menutup ‘aurat, sama dengan persyaratan shalat Jum’at. 6. Dilaksanakan dengan berdiri kecuali darurat, berdasarkan hadits Nabi SAW. عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ قَائِمًا ثُمَّ يَجْلِسُ ثُمَّ يَقُومُ Dari Ibnu Umar r.a: “Adalah Nabi SAW. Berkhutbah pada hari jumat dalam keadaan berdiri, kemudian beliau duduk, kemudian beliau berdiri. (HR Muslim ) 7. Duduk antara dua khutbah dengan tuma’ninah, berdasarkan hadits Nabi SAW. عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم يخطب يوم الجمعة قائما ثم يجلس ثم يقوم كما يفعلون اليوم . رواه الجماعة Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata: “Adalah Nabi SAW. berkhutbah sambil berdiri, kemudian duduk, dan berdiri lagi sebagaimana kamu semua melakukannya sekarang ini”. (HR. Al jamaah). 8. Terdengar oleh semua jama’ah 9. Khatib Jum’at adalah laki-laki F. RUKUN KHUTBAH 1. Hamdalah, yakni ucapan “Alhamdulillah” , berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a.: “Sesungguhnya Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at, maka (beliau) memuji Allah (dengan mengucap Alhamdulillah) dan menyanjung-Nya”. (HR. Imam Muslim). عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( كل كلام لا يبدأ فيه بالحمد لله فهو أجذم ) رواه أبو داود وأحمد بمعناه 2. Shalawat Shalawat kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas, paling tidak ada kata shalawat. Misalnya ushalli ‘ala Muhammad, atau as-shalatu ‘ala Muhammad, atau ana mushallai ala Muhammad. 3. Wasiyat Taqwa, antara lain ucapan “Ittaqullah haqqa tuqaatih”. 4. Membaca ayat Al-Qur’an, berdasarkan hadits Nabi SAW. عن جابر بن سمرة رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يخطب دائما ويجلس بين الخطبتين . ويقرأ آيات ويذكر الناس . رواه الجماعة إلا البخاري والترمذي dari Jabir bin Samurah r.a.: “Adalah Rasulullah SAW. berkhutbah (dalam keadaan) berdiri dan duduk antara dua khutbah, membaca ayat-ayat Al-Qur’an serta memberikan peringatan kepada manusia”. (HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi). 5. Berdo’a G. SUNNAH-SUNNAH KHUTBAH 1. Berdiri di tempat yang tinggi (mimbar) 2. Memberi salam, berdasarkan hadits Nabi SAW. عن جابر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا صعد المنبر سلم . رواه ابن ماجه Dari Jabir ra.: “Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau) memberi salam”. (HR. Ibnu Majah). 3. Bersyahadat عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( الخطبة التي ليس فيها شهادة كاليد الجذماء ) رواه أحمد وأبو داود والترمذي Dari Abi hurairah R.A dari Nabi SAW, bersabda :Tiap-tiap khutbah yang tidak ada tasyahhud (syahadat) padanya, maka khutbah itu seperti tangan yang terpotong ( HR. Ahmad, Abu Daud dan turmuzi ) 4. Menghadap Jama’ah, berdasarkan hadits Nabi SAW. عن عدي بن ثابت عن أبيه عن جده قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا قام على المنبر استقبله أصحابه بوجوههم ، رواه بان ماجه Dari Adi bin Tsabit dari ayahnya dari kakeknya: “Adalah Nabi SAW. apabila telah berdiri di atas mimbar, shahabat-shahabatnya menghadapkan wajah mereka ke arahnya”. (HR. Ibnu Majah). 5. Suara jelas penuh semangat, berdasarkan hadits Nabi SAW. عن جابر رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا خطب احمرت عيناه وعلا صوته واشتد غضبه حتى كأنه منذر جيش يقول صبحكم ومساكم . رواه مسلم وابن ماجه dari Jabir r.a: “Adalah Rasulullah SAW. apabila berkhutbah kedua matanya menjadi merah, suaranya lantang/tinggi, berapi-api bagaikan seorang panglima (yang memberi komando kepada tentaranya) dengan kata-kata “Siap siagalah di waktu pagi dan petang”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah). 6. Dilakukan dengan singkat, عن جابر بن سمرة رضي الله عنه قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يطيل الصلاة ويقصر الخطبة . رواه النسائي Dari jabir bin samurah R.A ia berkata : “Adalah Rasulullah SAW. memanjangkan shalat dan memendekkan khutbahnya”. (HR. Nasai ). 7. Gerakan tangan tidak terlalu bebas, berdasarkan hadits Nabi SAW. عبد الرحمن بن سعد بن عمار بن سعد حدثني أبي عن أبيه عن جده أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا خطب في الحرب خطب على قوس وإذا خطب في الجمعة خطب على عصا Dari Abdurrahman bin’ Sa’ad bin ‘Ammar bin Sa’ad telah menceritakan pada ku ayahku dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Nabi SAW. apabila berkhutbah dalam suatu peperangan beliau berkhutbah (berpegang ) atas tombak , dan bila berkhutbah di hari Jum’at belaiu berpegangan pada tongkat”. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi). Berkata imam al ghazali : وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَرِ Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain". (Ihya' 'Ulum al-Din, juz 1) 8. Seusai khutbah kedua segera turun dari mimbar, berdasarkan hadits Nabi SAW. “Adalah shahabat Bilal itu menyerukan adzan apabila Nabi SAW. telah duduk di atas mimbar, dan ia iqomah apabila Nabi SAW. telah turun”. (HR. Imam Ahmad dan Nasai). Pendapat ulama dalam berkhutbah dengan selain bahasa Arab. Al Qadhi Al Baghdadi al Maliki rahimahullah mengatakan, “Ibnu Al Qasim mengatakan, “Tidak sah –di dalam khutbah-, kecuali harus disampaikan dengan bahasa Arab ( Al Ma’unah 1/306) Abu Al Husain Al ‘Imrani Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Ketika menyampaikan khutbah dipersyaratkan menggunakan bahasa Arab, karena nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khulafa Ar Rasyidin sesudahnya berkhutbah dengan menggunakan bahasa Arab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melaksanakan shalat.” Apabila di tengah-tengah suatu kaum tidak dijumpai seorang pun yang menguasai bahasa Arab, maka memungkinkan untuk menyampaikan khutbah dengan bahasa selain Arab. Salah seorang dari mereka wajib untuk mempelajari khutbah dengan berbahasa Arab sebagaimana pendapat yang telah kami kemukakan dalam pembahasan Takbirat al Ihram ( Al Bayan 2/573) An Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat yang mempersyaratkan penggunaan bahasa Arab dalam berkhutbah sebagaimana hal itu diwajibkan dalam tasyahhud dan takbirat al ihram berdasarkan sabda nabi “shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melaksanakan shalat”. Demikian pula nabi hanya berkhutbah dengan bahasa Arab. Hal ini merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Asy Syafi’i (Al Majmu’ 4/391) Al Marwadi Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Tidak sah khutbah Jum’at dengan bahasa selain Arab apabila mampu melakukannya berdasarkan pendapat yang shahih dalam madzhab (Hambali). Ada pendapat yang menyatakan hal tersebut diperbolehkan (sah) apabila tidak memiliki kemampuan berbahasa Arab (Al Inshaf 5/219) E. Hikmah Solat Jum'at 1. Simbol persatuan sesama Umat Islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama dengan barisan shaf yang rapat dan rapi. 2. Untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar sesama manusia. Semua sama antara yang miskin, kaya, tua, muda, pintar, bodoh, dan lain sebagainya. 3. Menurut hadis, doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT akan dikabulkan. 4. Sebagai syiar Islam. F. Sunat-Sunat Shalat Jumat 1. Mandi sebelum datang ke tempat pelaksanaan sholat jum at. Keutaamaan mandi jum’at Pertama: Sebab mendapatkan ampunan di hari Jum’at. Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang mandi kemudian mendatangi Jum'at, lalu ia shalat semampunya dan diam (mendengarkan khutbah) hingga selesai, kemudian ia lanjutkan dengan shalat bersama Imam, maka akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu dan hari jum'at yang lain. Dan bahkan hingga lebih tiga hari.” (HR. Muslim ). Dari Salman Al Farisi, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak dan harum-haruman dari rumahnya kemudian ia keluar rumah, lantas ia tidak memisahkan di antara dua orang, kemudian ia mengerjakan shalat yang diwajibkan, dan ketika imam berkhutbah, ia pun diam, maka ia akan mendapatkan ampunan antara Jum’at yang satu dan Jum’at lainnya.” (HR. Bukhari ) Kedua: Meraih pahala seperti berkurban ketika mandi dan bersegera menghadiri shalat Jum’at. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mandi pada hari jumat sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju masjid, maka dia seolah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kedua maka dia seolah berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) ketiga maka dia seolah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) keempat maka dia seolah berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kelima maka dia seolah berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam sudah keluar (untuk memberi khuthbah), maka para malaikat hadir mendengarkan dzikir (khuthbah tersebut).” (HR. Bukhari dan Muslim ) 2.Memperbanyak Sholawat Nabi Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku, para sahabat berkata:”Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah? Nabi bersabda:”Sesungguhnya Alloh mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (Shohih. HR Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i) 4. Menggunakan Minyak Wangi Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda "لا يغتسل رجل يوم الجمعة، ويتطهر بما استطاع من طهر، ويدهن من دهنه، أو يمس من طيب بيته، ثم يروح إلى المسجد، فلا يفرق بين اثنين، ثم يصلي ما كتب [الله] له، ثم ينصت للإمام إذا تكلم، إلا غفر له ما بينه وبين الجمعة الأخرى" رواه البخاري artinya, “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jumat dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu sholat sesuai yang ditentukan baginya dan ketika imam memulai khotbah, ia diam dan mendengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai Jumat ini sampai Jumat berikutnya.” (HR Bukhori dan Muslim) 5. Bersegera Untuk Berangkat ke Masjid Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju sholat Jumat dan tidur siang setelah sholat Jumat.” (HR. Bukhori). Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai sholat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada sholat zuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian sholat ketika matahari telah rendah panasnya.” (Lihat Fathul Bari II/388) 6. Sholat Sunnah Ketika Menunggu Imam atau Khatib Abu Huroiroh rodhiallohu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa mandi kemudian datang untuk sholat Jumat, lalu ia sholat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian sholat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai jum’at ini sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim) 7.Sholat Sunnah Setelah Sholat Jumat Rosululloh bersabda yang artinya, “Apabila kalian telah selesai mengerjakan sholat Jumat, maka sholatlah empat rakaat”. Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka sholatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat apabila engkau pulang.” (HR Muslim, Turmudzi) 8.Membaca Surat Al Kahfi Nabi bersabda "من قرأ سورة الكهف [في] يوم الجمعة، أضاء له من النور ما بين الجمعتين". artinya,”Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat maka Alloh akan meneranginya di antara dua Jumat.” (HR Imam Hakim dalam Mustadrok, dan beliau menshahihkannya)Demikianlah sekelumit etika yang seharusnya diperhatikan bagi setiap muslim yang hendak menghidupkan ajaran Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika di hari Jumat. Semoga kita menjadi hamba-Nya yang senantiasa di atas sunnah Nabi-Nya dan selalu istiqomah di atas jalan-Nya. Wallohu a’lam.

0 komentar: